Apresiasi

Sunday, 24 May 2015

Aliya Nurlela, Aktif Menulis Sejak Usia 14 Tahun: Jago Fiksi, Namun Tak Semata Imajinasi

Unknown     18:49:00    

"Menghasilkan karya tulis yang produktif, tak mudah dilakukan penulis pemula. Apalagi, jika tulisan itu benar-benar terlahir dari proses kreatif sang penulis, tak terkecuali tulisan fiksi. Namun begitu, bagi Aliya Nurlela, tulisan tetap harus sarat makna dan pesan moral.”

Nah, untuk kali kesekian, Aliya Nurlela, pegiat Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia, kembali merilis buku terbarunya. Kali ini merupakan kumpulan cerpen yang berjudul ‘Sepucuk Surat Beku di Jendela’. Buku tersebut merupakan karya fiksi berikutnya, setelah tahun sebelumnya buku cerpen ‘Flamboyan Senja’ dan novel ‘Lukisan Cahaya di Batas Kota Galuh’ diterbitkan.

Buku cerpen ini telah diluncurkan secara resmi pada 1 Maret 2015 di Pare, Kediri, Jawa Timur. “Ada 17 cerpen beragam tema di buku ini, di antaranya tentang kematian, karma, hukum adat, penipuan, konflik rumah tangga, persaingan bisnis, kehilangan, pengkhianatan, juga persoalan cinta,” ujar perempuan asal Ciamis, Jawa Barat ini.


Aliya Nurlela


Dia mengungkapkan, cerpen-cerpen di buku itu ditulisnya sepanjang kurun waktu 2013-2014 dan sebagian isinya telah dipublikasikan di sejumlah media massa lokal dan nasional. Pemilihan judul ‘Sepucuk Surat Beku di Jendela’, papar Aliya Nurlela, dilatarbelakangi atas kecintaannya pada bahasa surat yang sekarang jarang dipakai lagi. Tak mengherankan, bahasa surat ikut mewarnai sebagian cerpen di buku ini, meskipun disampaikan penulis secara singkat dan dibumbui kata-kata puitis.

"Bahasa surat itu indah. Langsung menyentuh ke hati pembaca. Saya mencoba bernostalgia dengan bahasa surat, untuk mengingatkan generasi sebelumnya bahwa bersurat-suratan itu pernah menjadi hobi yang asyik dan menyenangkan,” kata Aliya Nurlela.

Menariknya, buku cerpen karyanya yang berjudul ‘Flamboyan Senja’ masuk ke dalam buku ajar Bahasa Indonesia Tingkat SMP kelas VIII yang diterbitkan salah satu penerbit nasional.

Berita Terkait:
Di buku ‘Sepucuk Surat Beku di Jendela’, selain surat-surat untuk sahabat, ide cerpen yang ia kembangkan salah satunya terinspirasi dari kisah nyata dirinya ketika terkena penyakit Bell’s Palsy. Akibat sakit itu, ia pernah terpuruk bahkan kehilangan rasa percaya diri yang membuatnya mengurung diri beberapa lama.

“Mungkin ini hikmahnya, bahwa dari peristiwa itu melahirkan ide buat saya menulis salah satu cerpen berjudul Bell’s Palsy di buku ini,” tambahnya.

Ya, kecintaan Nurlela pada fiksi sudah berkembang sejak kecil. Dongeng dan cerpen anak adalah tulisan yang digemarinya di masa kanak-kanak. Namun, ia mulai menulis dan mempublikasikan karyanya di media massa menjelang usia 14 tahun. Baru pada 2012 lalu diterbitkan dalam bentuk buku setelah ia aktif berkegiatan di Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia.

Cerpen-cerpen yang ditulisnya bukan sekadar permainan kata dan estetika, tetapi lebih dari itu. Dia berupaya memberikan pesan-pesan bermakna, tak semata imajinasi, khayalan atau kekosongan.

“Ada prinsip yang Saya pegang ketika menulis, yaitu bagaimana karya-karya saya itu memiliki pesan-pesan yang mengandung hikmah agar dapat diambil pembaca setelah membaca buku ini,” ujarnya.

Buku kumpulan cerpen ini menambah daftar karya Aliya Nurlela. Sejumlah karya fiksinya yang telah terbit, sebagiannya di antaranya: ‘100 % Insya Allah Sembuh’ (2011), ‘Fesbuk’ (2012), ‘Jembatan Merah’ (2013), ‘Semangkuk Kata Cinta’ (2013), dan ‘Love My Heart’ (2013), dan ‘Aku Bahagia Jadi Muslimah’ (2014). (*)

0 komentar :

© 2011-2014 Majalah Cendekia. Designed by Bloggertheme9.